pic taken from : www.zimbio.com
Sebagai balapan penutup, keindahan panorama sirkuit Yas Marina, Abu Dhabi memang sangat luar biasa. Pemandangan indah sinar keperakan matahari senja menerpa helm para pembalap yang menggeber tunggangan mereka melibas sirkuit bukanlah pemandangan umum di ajang GP lainnya. Tapi seperti kebanyakan karya Herman Tilke, arsitek favorit penyelenggara F1 di era millenium ini, seperti GP Malaysia, Shanghai, dan Bahrain, semua sirkuit itu memang terlihat indah tapi membosankan bagi pecinta formula one karena minimnya overtaking. Jujur saja, aku lebih suka sirkuit-sirkuit jaman dulu yang telah menorehkan banyak sejarah seperti sirkuit Enzo e Dinno Ferrari di San Marino ataupun sirkuit A1 Ring di Austria yang kini telah dicoret supremo F1, Bernie Ecclestone dari kalender F1.
Meski secara umum membosankan, pertarungan Jenson Button memperebutkan tempat kedua dengan Mark Webber, tak ayal membuatku dag dig dug juga. Walaupun gagal, tapi penampilan Jenson Button itu seharusnya menyadarkan publik antusiasme seorang Jenson Button yang walaupun telah berhasil meraih gelar juara dunianya di GP Brazil, dua minggu sebelumnya, namun ia tetap memperlihatkan semangat membaranya dalam membalap bukan hanya sekadar untuk meraih gelar dunia. Antusiasmenya itu seolah ingin memastikan bahwa ia akan terus berusaha mempertahankan gelar dunianya tahun depan.
Simpatiku yang terdalam kusampaikan bagi Rubens Barrichello yang gagal meraih tempat kedua di klasemen pembalap. Sayang memang, terlebih setelah Rubens memastikan bahwa musim depan ia akan bergabung dengan Williams. Namun, apapun keputusan Rubens Barrichello, ia pastinya telah mempertimbangkan segalanya. Seperti yang pernah kutulis, secara pribadi Rubens Barrichello adalah seorang yang menyenangkan meski menurutku Rubens sebenarnya juga sangat cerdik.
Membicarakan Rubens Barrichello, publik selamanya akan terkenang pada team order Ferrari di GP Austria 2004, di mana waktu itu tim memerintahkan Rubens memberikan tempatnya untuk Michael Schumacher, yang sepertinya dikutuk roh penunggu sirkuit A1 Ring ini karena ia tak pernah berhasil menaklukkan sirkuit ini. Sebenarnya team order bukanlah hal yang tabu di dunia F1, tapi Rubens menyadari bahwa publik sudah bosan dengan superioritas Michael dan kuyakin Rubens pun sebenarnya tak rela memberikan tempatnya begitu saja bagi rekan setimnya itu tapi ia tak bisa membantah perintah tim dan ia dengan cerdiknya, ia memberikan tempat itu pada Michael dengan cara yang amat kentara bahwa ia memberikannya karena perintah tim yang kemudian memicu emosi penonton yang sebenarnya memang sudah bosan dengan dominasi Michael dan bersimpati pada Rubens yang dianggap telah teraniaya. Tapi ini dari sudut pandangku sebagai penggemar berat Schumi yang waktu itu benar-benar sakit hati dengan tindakan Rubens yang mestinya bisa dengan lebih halus melaksanakan tim order itu karena toh tim order bukan barang haram di F1 dan lagi F1 merupakan olahraga tim yang membutuhkan kesatuan dari seluruh pihak yang terlibat di dalamnya. Aku emosi saat itu, karena publik terlalu membesar-besarkan dalam menjelek-jelekkan Schumi padahal ketika David Coulthard melakukan team order dan memberikan tempatnya pada Mika Hakkinen, publik tak sekejam itu pada pembalap Finlandia tersebut seperti yang terjadi pada Schumi.
Tapi Rubens Barrichello menurutku juga merupakan pembalap pembawa keberuntungan bagi rekan setimnya. Dua kali ia mengantar rekan setimnya menjadi juara dunia. Semua orang tahu bagaimana peranan Rubens bagi keberhasilan Michael Schumacher dalam meraih lima gelar dunianya bersama Ferrari. Bertahun-tahun Ferrari dan Michael mengalami depresi berkepanjangan dalam merebut gelar dunia setelah tahun 1997, Michael hampir berhasil meraih gelar dunia ketiganya namun yang pertama baginya bersama Ferrari, tapi kemudian ia didiskualifikasi usai insiden di GP Jerez dan gelar dunia pun hinggap ke tangan Jacques Villeneuve, putra pembalap legendaris Ferrari, Gilles Villeneuve. Tahun 1999, Schumi malah bernasib apes. Di GP Silverstone, ia malah mengalami kecelakaan parah yang bukan hanya nyaris mengandaskan karirnya di F1 tapi juga hampir merenggut nyawanya. Cuti selama setengah musim lebih, Schumi pun menyadari gelar dunia tahun itu pun bukanlah miliknya.
Musim 2000, Schumi mendapatkan tandem baru. Rubens Barrichello direkrut dari tim Steward milik juara dunia F1, Sir Jackie Steward. Semangat baru dan rekan setim baru ternyata memberikan aura positif bagi tim kuda jingkrak yang pada tahun 1999 berhasil merebut gelar dunia konstruktor dari musuh berat mereka, McLaren dan tahun 2000 waktunya mereka memberikan gelar dunia bagi pembalap istimewa mereka Michael Schumacher. Dan seperti yang sudah terukir dari sejarah. Bukan hanya tahun 2000 tapi juga tahun-tahun berikutnya sepanjang tahun 2000 hingga 2004, Ferrari bersama dua pembalap mereka, Schumi dan Barrichello berkali-kali merasakan manisnya buih-buih champagne kemenangan mereka.
Tahun 2005, Ferrari mengalami cobaan berat. Peraturan baru menyulitkan mereka. Kuda jingkrak tak seperkasa tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2006 pun Rubens hijrah ke tim Honda yang kemudian tahun ini menjelma menjadi Brawn GP yang spektakuler.
Sebelum bermetamorfosis menjadi Brawn GP, tim ini mungkin sudah berkali-kali mengalami mati suri. Berawal dari ide Craig Pollock untuk menciptakan tim yang sepenuhnya menyuport Jacques Villeneuve seperti Ferrari untuk Michael Schumacher. Tapi tim ini berkali-kali malah seperti lelucon di F1. Pollock dan Villeneuve telah terlempar tapi prestasi yang didambakan tim ini tak jua memperlihatkan hasil. Tahun 2004, tim ini memancarkan sinar harapan ketika dipimpin David Richards yang berhasil memoles Jenson Button hingga dunia bisa melihat kehebatan pemuda dari Somerset ini. Tapi kemelut intern tim yang menghasilkan dua jilid buttongate itu membuat tim ini kembali terbenam sebelum akhirnya akhir tahun lalu, tim ini berada di titik nadir. Honda hengkang, nasib tim tak jelas. Ross Brawn datang sebagai dewa penyelamat. Ia membeli tim dan berhasil mengubah tim zero ini menjadi tim super hero. Gelar dunia ganda berhasil mereka rebut. Dan Rubens Barrichello merupakan bagian dari tim yang telah mengantar sukses tim ini.
Dari hasil kualifikasi memang terlihat Rubens berhasil mengalahkan rekan setimnya dengan angka 10-7. Tapi yang dipentingkan di F1 bukanlah hasil kualifikasi semata. Hasil akhir di race merupakan penentu bagi sejarah pembalap itu sendiri. Rubens memang berhasil menyusul Jenson di paruh kedua musim ini bahkan sempat menjadi pesaing berat Jenson dalam meraih gelar dunia. Namun Jenson berhasil mengatasi titik kritis dalam dirinya. Ia berhasil meraih gelar dunianya di GP Brazil dua minggu lalu sementara Rubens yang semula merupakan pesaing terdekat Jenson justru terjerumus dalam titik kritisnya.
Di GP Brazil, taktiknya gagal, gelar dunia yang hampir diraihnya sirna tapi tempat kedua baginya masih terbuka lebar. Namun lagi-lagi nasib buruk kembali menghampirinya. Di Abu Dhabi, GP penentu antara dirinya dan Vettel, mobilnya bersinggungan dengan Red Bull milik rekan setim saingannya. Serpihan dari nose mobilnya terlihat beterbangan. Ia pun terlihat kesulitan mengejar Mark Webber yang telah mengacaukan aerodinamika mobilnya, dengan pasrah ia membiarkan rekan setimnya menyalipnya. Di dalam mobilnya yang akhirnya finish di tempat keempat, ia hanya bisa pasrah merelakan tempat kedua dan bersyukur untuk tempat ketiga di klasemen pembalap seraya memikirkan musim depan. Mungkin saja tahun depan, nasib baik bermurah hati padanya, siapa tahu ia bisa merasakan gelar dunia pertamanya sebelum pensiun dari ajang jet darat ini atau mungkin rekan setimnya yang nanti akan merasakan keberuntungan pembalap gaek ini seperti dua pembalap sebelumnya, The Kerpen dan The Somerset. By the way, dengar-dengar rekan setimnya di Williams nanti merupakan the next German, juara dunia A1 GP yang dimanageri oleh orang yang sama dengan yang memanageri rekan setimnya di tim kuda jingkrak dulu.
Apapun yang terjadi musim depan yang jelas musim ini telah berlalu. Torehan sejarah dari Brawn GP dan Jenson Button telah tercipta. Meski Rubens di musim depan tak lagi bisa membela Brawn GP tapi bukan berarti Rubens tak bisa ikut berpesta bersama Brawn GP dan Jenson Button.
Namun di akhir pesta kuharap Brawn GP dan Jenson menyadari tugas berat yang menghadang mereka di depan. Kuharap mereka tak larut dalam euforia sukacita mereka saat ini. Lawan mereka di musim depan pastinya akan memberikan persaingan yang jauh lebih sengit. Dan seperti orang bilang, meraih kemenangan memang sulit tapi lebih sulit lagi mempertahankannya....
Matahari itu telah beranjak turun ke batas horizon. Musim 2009 telah berakhir tapi matahari itu akan kembali terbit esok hari untuk menciptakan sejarah-sejarah baru dan aku selalu berharap Jenson Button akan terus mengukir sejarah manisnya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar