Ketika temanku, Selvia memberikan tag ini, aku sebenarnya tak terlalu tahu siapa itu Isabella of France, tapi ia meyakinkanku bahwa tokoh yang satu ini benar-benar seorang wanita yang luar biasa. Dan setelah aku membaca mengenai wanita yang lahir di Paris namun tanggal lahirnya tak bisa diketahui dengan pasti ini, aku benar-benar setuju dengan pendapat sahabatku itu.
Sejak masih bayi, takdir Isabella telah ditetapkan. Ia oleh orang tuanya yang adalah raja dan ratu Perancis telah ditunangkan oleh putra mahkota kerajaan Inggris, Edward II. Pertunangan Isabella dengan Edward II diharapkan dapat memperbaiki hubungan kedua negara ini yang berkali-kali mengalami konflik terlebih setelah kedua negara saling mengklaim atas Anjou, Normandia, dan Aquitaine.
Calon suami Isabella yaitu Edward II sebenarnya bukanlah seorang pria yang tidak menarik, bahkan Edward II digambarkan merupakan pria sempurna dengan penampilan fisik yang sangat menarik dan merupakan pria yang akan digandrungi oleh setiap makhluk berjenis kelamin wanita. Edward II dikenal merupakan pria yang tampan, tinggi, atletis dan mewarisi takhta salah satu kerajaan besar yang memiliki pengaruh sangat luas di dunia. Dengan semua yang dimiliki oleh Edward baik penampilan fisik maupun kekuasaan yang akan diraihnya bila ia naik takhta pastinya akan membuat Edward sebagai pria idaman setiap wanita di muka bumi ini. Tapi masalahnya ternyata Edward adalah seorang gay. Namun Isabella tak memiliki pilihan dan kekuatan untuk menolak perjodohan mereka yang telah ditetapkan oleh kedua orang tua mereka ini terlebih Isabella baru mengetahui perilaku seks Edward II yang menyimpang itu setelah mereka telah menikah dan Isabella telah melahirkan putra dan putri untuk Edward sebagai penerus takhta kerajaan Inggris.
Isabella yang kecewa dengan suaminya karena suaminya lebih memilih kekasih prianya, Hugh Despenser the younger, putra dari Hugh le Despenser yang memiliki gelar kebangsawanan sebagai Earl of Winchester dan merupakan kepala penasihat raja Edward II, suami dari Isabella sendiri. Isabella yang muak dan jijik terhadap suaminya dan Despenser kemudian berhasil menjatuhkan Edward II yang notabene adalah suaminya dari takhta kerajaan. Sepak terjang Isabella ini mungkin yang membuatnya dijuluki sebagai she-wolf of France atau serigala betina dari Perancis.
Sebenarnya Edward dan Isabella merupakan pasangan yang serasi. Bila Edward digambarkan sangat tampan dan sempurna maka Isabella kabarnya juga merupakan wanita yang sangat cantik. Sampai-sampai Geoffrey of Paris menggambarkan kecantikan Isabella sepertinya tak tertandingi di seantero Eropa. Entah apakah ucapan Geoffrey of Paris itu hanya sekadar basa-basi terhadap keluarga kerajaan atau bukan, yang jelas kabarnya ayah Isabella dan kakak laki-laki Isabella merupakan pria-pria paling tampan dalam literatur sejarah mereka.
Isabella sendiri digambarkan lebih mirip ayahnya daripada ibunya, Ratu Joan I of Navarre yang gempal dan memiliki kulit cerah. Berdasarkan gambaran ini bisa diindikasikan bahwa Isabella merupakan wanita dengan tubuh kurus dan berkulit pucat seperti ayahnya, Raja Philip IV dari Perancis.
Atas desakan Paus Boniface VIII, awalnya pernikahan antara Isabella dan Edward II sempat hampir diputuskan untuk dilangsungkan lebih cepat dari waktu yang telah disepakati tapi karena kedua pihak kerajaan besar itu tak bisa menyelesaikan perselisihan atas kontrak pernikahan kedua putra dan putri mereka ini, maka upaya pernikahan keduanya hampir saja batal. Raja Inggris, Edward I yang adalah ayah Edward II beberapa kali berupaya untuk membatalkan pertunangan putranya dengan putri kerajaan Perancis tersebut karena perselisihannya dengan kerajaan Perancis seringkali tak memiliki titik temu. Namun pernikahan Isabella dan Edward II akhirnya tetap terselenggara setelah Edward I wafat pada 1307.
Pada 25 Januari 1308 Isabella dan Edward II akhirnya menikah di Boulogne-sur-Mer. Saat itu Isabella baru berumur sekitar 12 tahun.
Dari pernikahannya dengan Edward II, Isabella dikaruniai empat orang anak dan satu kali Isabella mengalami keguguran. Keempat anak Isabella dan Edward II itu adalah:
- Edward III of Windsor, putra mahkota kerajaan Inggris ini lahir di akhir perang sipil Inggris pada 1312 dan menjadi suksesor penerus takhta Edward II setelah Edward II dijatuhkan dari takhtanya oleh Isabella dan Mortimer.
- John of Eltham atau Earl of Cornwall adalah putra kedua Isabella dan Edward II yang lahir pada 1316.
- Eleanor of Woodstock lahir pada 1318. Ia kemudian menikah dengan Duke Reinoud II of Guelders.
- Joan, putri bungsu Isabella dan Edward yang lahir pada 1321 ini kemudian dikenal sebagai Joan of the Tower. Ia menikah dengan David II, raja Skotlandia.
Meskipun Isabella telah melahirkan empat orang anak untuk Edward II, ternyata semua itu tetap tak mampu menghilangkan perilaku seks menyimpang sang raja yang lebih menyukai sesama jenisnya. Kekasih-kekasih pria sang raja di antaranya adalah Piers Gaveston dan Hugh le Despenser the younger.
Hubungan Isabella dengan suaminya mulai memburuk pada 1320 di mana keduanya mulai saling tak menyukai satu sama lain. Pada 1321, saat Isabella tengah mengandung putri bungsu mereka, ia memohon pada suaminya agar membuang Despenser dari kerajaan Inggris. Edward saat itu memang memenuhi permintaan istrinya yang tengah mengandung. Despenser pun diasingkan tapi setahun kemudian Edward memanggil Despenser kembali. Tindakan Edward itulah yang kemudian membuat Isabella merasa jijik pada suaminya dan Despenser hingga membuat Isabella mulai menentang suaminya.
Meski tak diketahui dengan pasti kapan tepatnya, tapi kemudian Isabella mulai menjalin hubungan dengan Roger Mortimer, 1st Earl of March. Pria bangsawan ini telah menentang Raja Edward II sejak 1318 saat ia bergabung dengan kelompok oposisi yang ingin menjatuhkan kekuasaan sang raja dan ayah dan anak Despenser. Namun pada bulan Januari 1322 di Shrewsbury, Mortimer dipaksa menyerah kepada sang raja sehingga ia pun pun diasingkan di Menara London. Namun atas bantuan Isabella, Mortimer berhasil dibebaskan dari Menara London dan Mortimer pun melarikan diri ke Perancis. Dengan kaburnya Mortimer, ia pun menjadi buronan sang raja yang memerintahkan penangkapan Mortimer hidup ataupun mati pada Agustus 1323.
Ketika kakak Isabella, Raja Charles IV dari Perancis merampas kekuasaan Edward II di Gascony pada 1325, hubungan Inggris dan Perancis kembali memburuk terlebih Edward II, sang raja Inggris menolak untuk memberikan penghormatan kepada raja Perancis di wilayah Gascony tersebut. Setelah beberapa usaha Edward yang terburu-buru untuk meraih kembali kekuasannya itu mengalami kegagalan, akhirnya ia mengirimkan istrinya sendiri yang notabene adalah adik dari raja Perancis untuk menjadi juru damai antara dirinya dengan kerajaan Perancis. Tentu saja keputusan Edward ini disambut gembira oleh Isabella yang akhirnya bisa melepaskan diri dari suaminya dan Despenser yang membuatnya merasa jijik.
Pada Maret 1325 Isabella tiba di Perancis. Kedatangan Isabella ke Perancis ini ternyata menjadi keputusan paling ceroboh yang diambil oleh Edward II karena dengan kehadiran Isabella di Perancis ini ternyata membuat beberapa bangsawan yang ingin menjatuhkan Edward dari tahtanya bisa menggabungkan kekuatan di bawah kepemimpinan Isabella, istrinya sendiri.
Isabella bersama Mortimer, yang diketahui merupakan kekasih gelap Isabella kemudian membentuk kekuatan untuk melawan Edward II. Mengetahui tindakan yang dilakukan istrinya itu, tentu saja Edward sangat marah dan memaksa Isabella untuk kembali ke Inggris tapi kakak Isabella, Raja Charles menjawab permintaan raja Inggris itu dengan sinis. Ia mengatakan, "Ratu memiliki kebebasan untuk datang dan pergi sesuai dengan kehendaknya sendiri. Dan sang ratu memiliki kebebasan jika ia ingin kembali (ke Inggris). Tapi jika ia lebih suka berada di sini (Perancis) maka aku takkan memaksanya untuk pergi dari sini karena ia adalah adikku." Dan Isabella tentu saja dengan tegas menyatakan bahwa ia tak akan kembali ke Inggris sebelum Despenser disingkirkan.
Pemberontakan Isabella terhadap Raja Edward II pun dimulai. Pada 31 Mei 1325, Isabella menyetujui kesepakatan damai antara Perancis dengan Inggris. Kesepakatan damai itu tentu saja menguntungkan Perancis dan mewajibkan Edward untuk memberikan penghormatan di daerah Perancis tersebut kepada Raja Charles, kakak Isabella sendiri. Tentu saja Edward menolak untuk mematuhi perjanjian damai itu dan ia malah mengirimkan putranya untuk melakukan hasil keputusan perjanjian damai yang telah disepakati oleh Isabella, istrinya itu. Tapi ternyata lagi-lagi Edward melakukan tindakan yang keliru. Keputusannya mengirimkan putranya ke Perancis ternyata makin membahayakan keberadaan dirinya karena kepergian putranya ke Perancis membuat kubu Isabella makin kuat berkat kehadiran putra makhotanya, Edward III.
Meski begitu, ternyata di dalam rombongan Isabella terdapat orang-orang yagn masih loyal pada Edward. Mereka akhirnya dikembalikan ke Inggris oleh Isabella pada 23 Desember. Lewat merekalah, Raja Edward II mendengar berita mengenai hubungan antara istrinya dengan Roger Mortimer. Namun yang paling mengejutkan sang raja adalah berita bahwa Isabella dan Mortimer tengah merencanakan invasi ke Inggris.
Edward pun segera melakukan persiapan untuk menghadapi rencana invasi yang akan dilancarkan istrinya. Sebenarnya secara mental Edward telah kalah oleh istrinya. Banyak dari orang-orang terdekatnya berpihak pada Isabella, istrinya. Putranya yang akan meneruskan takhtanya menolak untuk berada di pihaknya dan memilih untuk selalu mendampingi Isabella, ibunya. Bahkan dengan tegas putranya menyatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan ibunya dan ia akan selalu berada mendampingi ibunya menghadapi masa-masa sukar.
Sementara itu saudara Edward II sendiri, Earl of Kent menikahi Margaret Wake yang adalah sepupu dari Mortimer. Dan bangsawan-bangsawan lain yang dikenal dekat dengannya seperti John de Cromwell dan Earl of Richmond juga memilih untuk berada di pihak Mortimer.
Pada September 1326 akhirnya Mortimer dan Isabella benar-benar datang menginvasi Inggris namun Edward sangat terkejut karena ternyata jumlah pasukan Mortimer dan Isabella dan sebanyak dugaannya. Keadaan ini membuat Edward senang dan berpikir ia akan bisa memetik kemenangan dengan mudah. Ia pun segera memerintahkan untuk mengumpulkan pasukan sebanyak-banyaknya untuk menghadapi serangan Isabella dan Mortimer. Namun Edward kembali harus mengalami kekecewaan karena ternyata banyak yang menolak untuk mendukungnya berperang melawan sang ratu dan Mortimer.
Salah satu yang menolak untuk membantu sang raja adalah Henry Lancaster. Ia bahkan mengabaikan surat perintah dari sang raja. Sebaliknya ia malah memperlihatkan kesetiannya terhadap sang ratu dengan mengerahkan pasukannya merampas kekayaan Despenser dari tempat persembunyiannya di Leicester Abbey dan bergabung dengan Mortimer.
Dukungan bagi kelompok sang ratu dan Mortimer pun makin bertambah dan tak terbendung hingga akhirnya pasukan sang raja menyerah kalah. Sang raja dan duo Despenser yang telah ditinggalkan oleh pasukannya pun akhirnya meninggalkan London pada 2 Oktober 1326. Semula sang raja hendak melarikan diri dan mengungsi ke Gloucester pada 9 Oktober tapi kemudian ia malah terbang ke South Wales untuk mempertahankan tanah Despenser. Namun Edward yang telah kehilangan pamornya tak mampu lagi mengendalikan pasukannya hingga akhirnya pada 31 Oktober ia ditinggalkan para pegawainya yang meninggalkannya hanya bersama duo Despenser dan beberapa pelayan.
Edward yang sepanjang kepemimpinannya yang singkat yang hanya sembilan belas tahun 197 hari , ia mulai memerintah sebagai raja Inggris sejak 7 Juli 1307-20 Januari 1327 dan pengangkatannya sebagai raja dilakukan pada 25 Februari 1308. Sepanjang kepemimpinannya itu, Edward II meninggalkan warisan sejarah sebagai raja yang dinilai tidak cakap dalam memimpin dan seringakali mengalami kekalahan dalam peperangan. Ia juga dinilai terlalu dekat dengan keluarga Despenser yang dinilai korup sehingga menimbulkan sikap antipati dari para bangsawan yang ingin menjatuhkannya dari takhta terlebih ia dinilai tak pernah mempedulikan tuntutan moral atas sikap homoseksualnya.
Dengan kekalahan yang dialami sang raja, maka nasib para pengikutnya pun bisa ditebak tak berakhir dengan happy ending. Pada 15 Oktober, John le Marshal yang merupakan mata-mata Despenser ditangkap oleh rakyat banyak dan tanpa melalui persidangan, ia dihukum gantung. Nasibnya pun diikuti oleh pengikut Edward II yang lain seperti bendahara Edward II, Walter de Stapledon Bishop of Exeter dan dua orang menteri lain yang merupakan orang dekat Edward dan duo Despenser.
Pada 27 Oktober, Hugh le Despenser senior menghadapi tuduhan keterlibatannya dalam pemerintahan ilegal putranya dan memperkaya dirinya sendiri dengan memeras orang lain, merampas milik gereja dan ikut terlibat dalam eksekusi ilegal terhadap Earl of Lancaster. Atas semua tuduhan itu, Despenser senior pun akhirnya menemui ajalnya di tiang gantungan di Bristol Gallows.
Sementara itu Henry of Lancaster dikirim ke Wales untuk menangkap raja dan Despenser junior. Pada 16 November 1326, raja Edward II, Despenser, dan pasukannya ditangkap di luar kota dekat Tonyrefail, di mana di tempat itu kini terdapat monumen untuk memperingati kejadian bersejarah tersebut. Para tentara yang ditangkap bersama raja dan Despenser akhirnya dilepaskan namun Despenser dibawa menghadap Isabella di Hereford sedangkan Raja Edward II dibawa oleh Lancaster sendiri ke Kenilworth.
Pada Januari 1327, Edward diturunkan dari takhtanya. Edward kabarnya kemudian dibunuh oleh Mortimer yang kemudian secara de facto menjadi pemimpin Inggris namun Mortimer pun kemudian mengalami nasib yang sama buruknya dengan Edward II. Atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan berbagai kejahatan lainnya, akhirnya Mortimer pun dihukum gantung di Tyburn.
Setelah Edward II dilengserkan maka Edward III, putranya dengan Isabella of France pun naik takhta menggantikan ayahnya. Edward III sendiri tak seperti ayahnya yang dinilai tak mampu menjalankan pemerintahannya. Raja Edward III dicatat dalam sejarah sebagai salah satu raja Inggris yang paling sukses di abad pertengahan. Ia berhasil merestorasi pemerintahan ayahnya yang kacau balau dan menjadikan militer Inggris sebagai kekuatan militer yang tangguh di Eropa.
Akhir kata, Isabella memang tak menjadi ratu menggantikan suaminya tapi Isabella memiliki peranan penting dalam menjatuhkan kekuasaan suaminya sendiri yang memiliki perilaku seks yang menyimpang dan tak cakap dalam memimpin. Di samping itu Isabella mampu membawa putranya menjadi salah satu raja Inggris yang sangat berpengaruh dalam sejarah negara tersebut. Isabella sepertinya ditakdirkan sebagai istri dari seorang raja yang gay namun daripada meratapi nasibnya itu, ia berjuang bangkit dan menunjukkan kekuatannya. Nyatanya ia berhasil membalikkan takdir tersebut dan membuatnya menjadi salah seorang wanita yang sangat berpengaruh dalam sejarah kerajaan Inggris dan Perancis di abad pertengahan itu.