Beberapa minggu yang lalu, di kantor entah apa yang semula tengah kami perbincangkan hingga akhirnya pembicaraan kami melenceng tentang kecoak, dan seorang rekan kerjaku mengatakan bahwa kecoak sebenarnya bisa menjadi obat untuk penyakit asma. Akupun bergidik ngeri membayangkan kecoak sebagai santapan meskipun itu untuk obat.
Aku sudah hampir melupakan pembicaraan itu, ketika dua atau tiga hari kemudian, aku tak bisa tidur hingga larut, sementara acara tv tak terlalu menarik sementara aku tengah malas menonton dvd, jadi akupun mencari sumber bacaan untuk mengundang kantukku datang. Sebenarnya aku masih punya dua novel hasil pinjaman dari temanku, tapi aku tengah malas membaca novel sehingga aku mengorek-ngorek kliping-kliping koran yang rajin kukumpulkan dulu (sekarang entah kenapa aku jadi malas mengumpulkan kliping lagi).
Mataku langsung menangkap secarik kliping korang yang kusimpan entah kapan karena aku lupa mencantumkan tanggalnya hanya sumbernya kucatat dari Kompas. Judulnya membuatku tertarik karena berhubungan dengan pembicaraanku beberapa hari sebelumnya di kantor. Asma, Obat, dan Kecoak, begitu judul artikel dalam klipingku tersebut. Aku pun langsung tenggelam dalam bacaan artikel itu (meski kurasa aku pernah membacanya toh aku menyimpan klipingnya tapi karena aku seorang pelupa, jadi aku lupa isi materinya) untuk mencari kesinambungan antara kecoak dengan asma dan benarkah yang dikatakan oleh rekan kerjaku itu bahwa kecoak adalah obat untuk asma.
Setelah kubaca ternyata memang kecoak ada hubungannya dengan asma tapi bukan sebagai obat. Di dalam artikel itu dikatakan bahwa asma, menurut dugaan sementara para ahli disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan lingkungan. Antara lain, makanan artificial seperti pewarna, pengawet, penyedap, pemanis buatan, daging hewan yang diternakan dengan vitamin dan antibiotik, penggunaan pengatur suhu ruangan (AC), serta polusi. Itulah sebabnya mengapa anak-anak di negara berkembang, meski banyak terpapar infeksi tetap menderita asma. Kemungkinan lain, karena pengaru kecoak yang berkeliaran di lingkungan kumuh. "Tubuh, terutama sayap kecoa ternyata mengandung alergen," jelas Prof Dr. Hadiarto Mangunegoro SpP(K), pakar pulmonologi dari Bagian Penyakit Paru FKUI/RS. Persahabatan. Sampai di sini aku tersenyum, ternyata kecoak memang berhubungan dengan asma tapi bukan sebagai obat melainkan banyaknya pertumbuhan kecoak menjadi barometer tingginya penderita asma di suatu negara atau kawasan.
Meski setelah kubaca tak ada kaitannya kecoak dengan obat asma tapi aku sudah kepalang asyik dan ingin melanjutkan artikel itu hingga tuntas. Selama ini kupikir asma bukanlah penyakit yang berbahaya, tapi meski asma memang tak semematikan kanker, asma tetaplah merupakan penyakit yang perlu diwaspadai apalagi menurut artikel itu, meningkatknya serangan asma bisa pula disebabkan oleh penggunaan obat-obat penghilang rasa sakit seperti antalgin atau obat rematik yang sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu pula penderita asma harus hati-hati menggunakan obat analgetik (penghilang rasa sakit) karena salah-salah saluran napas makin menciut. Ya, meski peringatan ini hanya berlaku untuk penderita asma, aku jadi menyadari bahwa penyakit asma pun sebenarnya bukanlah penyakit yang bisa dianggap enteng. Sayangnya memang masih banyak yang belum terlalu mengenal penyakit asma.
Seperti kebanyakan orang awam lainnya, yang kutahu asma itu adalah suatu penyakit gangguan pernapasan yang kadang mengeluarkan bunyi saat bernafas atau dalam artikel ini istilah pinternya adalah mengi atau wheezing. Parahnya kadang penderita asma bisa diserang batuk atau pilek yang terjadi pada tengah malam sampai pagi hari. Bayangkan betapa menderitanya saat tidur harus mengalami batuk pilek hampir sepanjang malam. Untuk orang yang doyang tidur seperti aku, gangguan batuk pilek seperti itu pastinya amat menyiksa karena amat mengganggu jatah tidurku. Jangankan orang awam yang pastinya tak terlalu memiliki pengetahuan yang cukup memadai mengenai asma, bahkan menurut Dr. Hadiarto yang kukutip dari artikel usang ini, ia mengakui bahwa pengetahuan mengenai asma di kalangan dokter pun ternyata belum merata. Biasanya pasien didiagnosis batuk alergi. Karena itu kalau ada gejala seperti di bawah ini, pasien harus bertanya kemungkinan adanya asma sehingga dokter melakukan pemeriksaan untuk memastikan.
Asma adalah gejala yang ditimbulkan oleh gangguan saluran napas, akibat meningkatnya kepekaan terhadap rangsangan dari lingkungan. Kepekaan biasanya diawali sejak masa kanak-kanak. Sekitar 50% gejala ini akan sembuh dengan sendirinya. Sekitar 60% penyakit alergi pernapasan diturunkan, selebihnya akibat polusi lingkungan.
Sementara saluran napas yang meradang adalah akibat reaksi dari:
-kelelahan pikiran
-kelelahan jasmani
-perubahan lingkungan yang tidak diharapkan (cuaca, kelembaban, temperatur, asap terutama dari rokok, dan bau-bauan yang merangsang)
-infeksi dari influenza.
Gejala asma:
Pilek, bersin, batuk disertai rasa gatal pada tenggorokan yang berulang.
Gejala selanjutnya:
Sesak napas, napas berbunyi, berkeringat, dan denyut nadi meningkat. Sering terjadi pada malam hari.
Komplikasi:
Penyempitan saluran napas akan sangat berbahaya karena dahak yang pekat, sulit untuk dikeluarkan dan menghalangi ventilasi udara.
Pencegahan:
-Menghindari bahan yang menjadi pemicu serangan asma
-Memakai masker hidung apabila sedang membersihkan/menyapu lantai
-Olahraga secara teratur
-Sedia obat bronkhodilator (untuk melebarkan saluran napas)
-Obat Beta-agonist dan steroid (untuk meringankan reaksi peradangan).
Inti yang bisa kuambil dari artikel itu adalah pentingnya menjalani gaya hidup sehat dan menjaga kebersihan. Bagaimanapun lebih baik mencegah daripada mengobati.
1 komentar:
wah tengah malam bacaan-nya berat dan berisi neh... tapi jadi nambah penngetahuan ya^^
Posting Komentar