Sebelumnya: Audrey Hepburn = Life Through War, Audrey Hepburn = Road to Hollywood, Audrey Hepburn = There's No Such Thing as Fairytale
Menjelang akhir hidupnya, Audrey memang terkenal sebagai duta UNICEF setelah ia mengundurkan diri dari dunia layar lebar. Sebagai wujud syukur atas keberuntungannya selamat dari pendudukan Jerman saat ia masih kecil, Audrey mendedikasikan sisa hidupnya untuk membantu anak-anak di negara-negara miskin. Kefasihan Audrey dalam berbagai bahasa, di samping bahasa Inggris dan Belanda, Audrey juga fasih dalam berbahasa Perancis, Italia, Spanyol, dan Jerman. Kemampuannya dalam menguasai banyak bahasa ini amat membantu Audrey dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai duta UNICEF.
Audrey sebenarnya sudah memantau UNICEF sejak tahun 1950-an, dimulai pada tahun 1954 saat melakukan presentasi di radio. Misi pertama Audrey di UNICEF adalah tugas lapangan ke Ethiopia pada tahun 1988. Ia mengunjungi panti asuhan di Mek'ele yang menampung 500 anak kelaparan dan membagikan makanan dari UNICEF. Mengenai perjalanannya ini Audrey menyatakan kesedihannya saat menyaksikan dua juta orang yang terancam mati kelaparan dan banyak anak-anak yang sakit sementara berton-ton makanan hanya menumpuk di Northern Port of Shoa dan tak bisa didistribusikan. Ia juga mengungkapkan pemandangan mengerikan akibat perang saudara di negara Afrika itu. Ketika ia memasuki daerah yang dikuasai oleh pemberontak, ia menyaksikan para ibu dan anak-anak mereka yang harus berjalan selama 10 hari, bahkan 3 minggu lamanya, untuk mencari makanan, berkemah di padang gurun di mana mereka mungkin akan tewas di sana. "Horrible. That image is too much for me,"ungkapnya akan pengalaman menyedihkan yang disaksikannya di negara miskin yang sarat konflik perang saudara yang pada akhirnya menyeret penderitaan bagi rakyat negeri tersebut. Audrey juga menyatakan ketidaksukaannya dengan penggunaan istilah "dunia ketiga" bagi negara-negara miskin seperti di Ethiopia itu, karena baginya kita semua hidup di satu dunia yang sama dan ia ingin semua orang tahu bahwa sebagian besar dari penduduk di bumi yang sama ini mengalami penderitaan (akan kelaparan dan kemiskinan). "The Third world' is a term I don't like very much, because we're all one world. I want people to know that the largest part of humanity is suffering."
Pada bulan Agustus 1988, Hepburn pergi ke Turki untuk kampanye imunisasi. Operasi di Turki ini disebutnya sebagai "The loveliest example" dari UNICEF. Di bulan Oktober 1988 Hepburn melakukan perjalanan ke Amerika Selatan. Pengalamannya di Venezuela dan Ekuador bahkan diungkapkan oleh Hepburn saat berbicara di depan kongres Amerika Serikat. "Saya menyaksikan perkampungan kecil di gunung, daerah gunung, dan pemukiman orang miskin di kota bisa menikmati air bersih untuk pertama kalinya berkat sedikit keajaiban - dan keajaiban itu bernama UNICEF. Saya menyaksikan sekelompok anak laki-laki bergotong-royong membangun sekolah dari batu bata dan semen yang disumbangkan UNICEF."
Di bulan April 1989, Hepburn bersama Wolders mengunjungi Sudan sebagai bagian misi "Operation Lifeline". Akibat perang saudara jatah makanan dari lembaga bantuan terputus. Misi Hepburn adalah mengangkut makanan ke Sudan bagian selatan. "Saya hanya melihat satu fakta yang jelas. Semua ini bukanlah bencana yang dibuat oleh alam, melainkan tragedi yang diciptakan oleh manusia sendiri, dan hanya ada satu pemecahan yang bisa dilakukan oleh manusia - perdamaian," ujar Hepburn mengenai tragedi yang disaksikannya akibat perang saudara di salah satu negara Afrika itu.
Bulan Oktober di tahun yang sama, Hepburn dan Wolders pergi ke Bangladesh. John Isaac, seorang fotografer PBB berkomentar, "Sering anak-anak langsung mengerubunginya, tapi tanpa rasa sungkan, ia langsung memeluk mereka. Belum pernah aku menyaksikan pemandangan seperti itu. Orang lain mungkin punya rasa enggan memeluk mereka. Belum pernah aku menyaksikan pemandangan seperti itu. Orang lain mungkin punya rasa enggan dalam batas tertentu, tapi ia (Hepburn) langsung menarik mereka ke pelukannya. Anak-anak datang untuk memegang tangannya, menyentuhnya - ia bagaikan Peniup Seruling dari Hamelin."
Pada bulan Oktober 1990, Hepburn pergi ke Vietnam untuk melakukan program imunisasi dan penyediaan air bersih. Program ini merupakan kerjasama antara UNICEF dengan pemerintah Vietnam. Empat bulan menjelang kematiannya, Audrey masih melakukan misi UNICEF di Somalia. Melihat keadaan di sana yang mengerikan, Audrey sampai mengatakan keadaan di sana "seperti kiamat".
"Aku seperti berjalan menuju mimpi buruk. Aku telah melihat bencana kelaparan yang menimpa Ethiopia dan Bangladesh, tapi apa yang kusaksikan di sini - jauh lebih buruk dari apa yang bisa kubayangkan. Aku tidak siap untuk (keadaan) ini", ujar Hepburn mengenai apa yang disaksikannya di Somalia. Ia juga menyaksikan ada begitu banyak makam di mana-mana. Di sepanjang jalan raya, di sekitar jalan setapak yang dilaluinya, di tepi-tepi sungai, juga ada makam di dekat setiap perkemahan. Yang jelas di mana-mana terlihat makam. Dan tentu saja pemandangan ini amat mengerikan dan mengiris hati.
Meski ngeri dengan apa yang disaksikannya tapi Hepburn tetap memiliki harapan. "Orang yang tidak percaya dengan keajaiban bukanlah orang yang realistis. Aku pernah menyaksikan keajaiban yang dibuat oleh UNICEF, dalam bentuk air bersih. Di tempat selama berabad-abad gadis-gadis dan kaum wanita harus menempuh jalan berkilo-kilometer untuk mendapatkan air, kini air minum yang bersih bisa diperoleh di dekat rumah. Air adalah kehidupan, dan air bersih berarti kesehatan bagi anak-anak di desa ini," ujar Hepburn mengisahkan pengalamannya bersama UNICEF dan betapa berartinya setiap tindakan kemanusiaan yang dilakukan badan PBB ini demi memberikan kehidupan yang lebih baik di negara-negara miskin. "Masyarakat di tempat-tempat tersebut tidak kenal siapa itu Audrey Hepburn, tapi mereka mengenali nama UNICEF. Ketika mereka melihat UNICEF, wajah mereka menjadi cerah, karena mereka tahu bakal ada sesuatu. Di Sudan, misalnya mereka menyebut pompa air dengan sebutan 'UNICEF'".
Setelah kembali ke Swiss dari kunjungannya di Somalia, Hepburn mulai mengeluh nyeri perut. Setelah memeriksakan diri ke spesialis, ia pun memutuskan untuk menjalani pengobatan dan pergi ke Los Angeles pada bulan Oktober. Tapi pada tanggal 1 Nopember, tim dokter yang melakukan operasi laparoskopi mendapati kanker di ususnya sudah menyebar. Beberapa hari kemudian ia pun dioperasi lagi. Pengobatan sudah tidak cukup ampuh untuk menekan sakit yang dideritanya; jadi pada tanggal 1 Desember ia melakukan operasi untuk kedua kalinya. Namun setelah satu jam, dokter akhirnya menyerah dan menyatakan bahwa kanker di tubuh Audrey Hepburn sudah menyebar terlalu jauh dan tak dapat diangkat.
Keadaan Hepburn yang sudah lemah ini tak memungkinkannya naik pesawat komersial. Hubert de Givenchy, perancang terkenal yang sudah menjadi sahabat Audrey sejak pembuatan film Sabrina meminta sahabatnya, Rachel Lambert "Bunny" Mellon (isteri Paul Mellon) untuk mengirimkan pesawat jet pribadi yang dipenuhi dengan bunga ke Los Angeles. Pesawat jet pribadi itu menerbangkan Hepburn dari California menuju kediaman Hepburn di Swiss. Pada sore hari di tanggal 20 Januari 1993 akhirnya Audrey Hepburn meninggal dunia dalam usia 63 tahun akibat kanker usus yang dideritanya di Tolochenaz, Vaud, Swiss dan dimakamkan di sana.
Saat pemakamannya, Gregory Peck, salah seorang lawan mainnya di Roman Holiday dan sempat digosipkan memiliki hubungan dengannya, sambil berlinangan air mata membacakan puisi kesukaan Hepburn, "Unending Love" karya Rabindranath Tagore.
Putra Audrey dalam bukunya yang ditulisnya sebagai penghormatan bagi ibunya menulis: "Audrey Hepburn, An Elegant Spirit: A Son Remembers"
Pada tahun 1992 Presiden Amerika, George H. W. Bush menganugerahkan Medal of Freedom sebagai wujud penghargaan atas pelayanannya bersama UNICEF. Academy Motion Picture Arts and Sciences juga menganugerahinya Jean Hersholt Humanitaria Award atas kontribusinya bagi kegiatan kemanusiaan. Penghargaan ini diterima oleh putra Audrey yang mewakilinya.
"Taking care of children has nothing to do with politics. I think perhaps with time instead of there being a politicization of humanitarian aid, there will be a humanization of politics."
Audrey Hepburn pernah dipilih sebagai "Wanita tercantik sepanjang masa" dalam sebuah polling yang dilakukan oleh Evian.
Meskipun Hepburn menikmati dunia fashion tapi ia tak terlalu menaruh perhatian terhadap hal ini. Ia malah lebih suka berpenampilan casual dan mengenakan pakaian yang nyaman dikenakan.
Audrey Hepburn dalam sebuah wawancara pada tahun 1959 bahkan sempat menyatakan bahwa ia dalam suatu masa pernah membenci dirinya sendiri dan melihat dirinya tak sempurna. Ia menilai dirinya terlalu gemuk atau terlalu tinggi. "You can even say that I hated myself at certain periods. I was too fat, or maybe too tall, or maybe just plain too ugly... you can say my definiteness stems from underlying feelings of insecurity and inferiority. I couldn't conquer these feelings by acting indecisive. I found the only way to get the better of them was by adopting a forceful, doncetrated drive."
Pada tahun 2000 sebuah film Amerika yang mengisahkan tentang hidup Audrey Hepburn pernah ditayangkan. Jennifer Love Hewitt yang juga merupakan co-producer film ini dipilih memerankan tokoh Audrey Hepburn.
Selain hasil karyanya dalam bidang film, nama Audrey di bidang kemanusiaan pun tidak akan pernah pudar dimakan waktu; sebuah organisasi amal Audrey Hepburn Children's Fund yang dibangun di New York tapi kemudian dipindahkan ke Los Angeles pada tahun 1998 yang hingga saat ini masih terdapat di sana.
Bahkan meski telah wafat, Audrey masih memiliki peranan bagi gerakan kemanusiaan. Gaun "little black dress" yang dikenakannya dalam film Breakfast at Tiffany's dan dirancang oleh sahabatnya, Givenchy dalam lelang yang diadakan oleh balai lelang Christie pada tanggal 5 Desember 2006 ini terjual seharga £467.200 (sekitar $920.000). Harga paling tinggi yang pernah dibayarkan bagi sebuah gaun dari sebuah film.
Hasil penjualan dari lelang itu diberikan kepada City of Joy Aid, sebuah yayasan kemanusiaan untuk anak-anak telantar di India. Kepala yayasan tersebut sangat terharu saat menerima dana tersebut dan menyatakan, "Mataku berlinangan air mata. Aku benar-benar tak percaya sehelai gaun yang pernah dikenakan oleh seorang aktris yang sangat luar biasa telah membantuku membeli batu bata dan semen untuk membantu semua anak telantar di dunia sehingga bisa bersekolah."
Audrey Hepburn merupakan salah satu tokoh paling berharga bagi dunia. Kurasa sepanjang perjalanan sejarah peradaban manusia, nama Audrey Hepburn tidak akan pernah lekang dimakan waktu. Audrey Hepburn merupakan sebuah gambaran dari totalitas tanpa akhir. Ia selalu memberikan seluruh potensinya dalam setiap hal yang dikerjakannya. Sebagai balerina meski ia pada akhirnya tidak bisa melanjutkan kariernya sebagai seorang balerina karena malnutrisi yang dideritanya akibat Perang Dunia II namun Audrey sempat menjadikan balet sebagai pilihan kariernya dan ia benar-benar total dalam mewujudkan impiannya itu walau pada akhirnya harus kandas di tengah jalan.
Namun jalan hidupnya ternyata terbuka lebar di dunia peran. Dalam berakting, tak akan ada yang menyangkal kemampuan akting Audrey Hepburn yang selalu total dalam berakting. Dua piala Oscar merupakan bukti dari totalitasnya di dunia peran. Setelah meninggalkan dunia peran ternyata totalitas Hepburn tidak berhenti. Kali ini ia mengabdikan diri sepenuhnya bagi kemanusiaan lewat UNICEF. Baik lewat peran-perannya di dunia film maupun melalui kiprahnya saat terlibat di UNICEF merupakan jejak-jejak Audrey Hepburn yang senantiasa terekam dan hasil karyanya ini baik di bidang seni peran maupun dalam gerakan kemanusiaan adalah demi impiannya yang lebih besar dan tidak akan lekang yaitu menciptakan dunia yang jauh lebih baik. A better world.
* Gambar dipinjam dari sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar