Hari ini mungkin merupakan hari teraneh dalam hidupku. Teman-temanku begitu khawatir ketika kukabarkan perusahaan tempatku bekerja bangkrut dan kini aku officially jadi pengangguran, namun anehnya aku malah merasa tenang saja. Entahlah, aku tak tahu bagaimana hari esok, namun aku sudah lama belajar berpasrah menyerahkan hidup sepenuhnya dalam perencanaan Tuhan, Sang Pencipta.
Mungkin karena issue kebangkrutan ini sudah lama berhembus, hingga membuatku sudah siap mental, namun sebenarnya dibilang siap mental pun, rasanya tidak. Hanya saja aku merasa apa yang harus terjadi pasti akan terjadi.
Peristiwa kebangkrutan perusahaan tempat kerjaku ini membuatku teringat pada sebuah kisah mitologi tentang burung phoenix yang membakar diri demi sebuah keabadian. Atau apalah ceritanya, aku sedikit lupa.
Ada rasa pedih saat melihat teman-teman kerjaku yang selama ini suka bersenda gurau. Ada yang terlihat tegar, namun tak sedikit yang tak kuasa menahan tangis. Aku bahkan tak kuasa menahan tangis saat temanku yang baru saja mengalami musibah, suaminya kecelakaan, menangis begitu rupa saat bersalaman dan memelukku. Kuelus bahunya menghiburnya sekaligus menghibur diriku. Memintanya bersabar dan tabah sekaligus juga mengingatkan diriku untuk tabah dan tawakal.
Hidup memang bagai roda pedati. Kita tak pernah tahu kisah apa yang akan menyambut di depan. Aku telah menjalani berbagai macam peristiwa yang membentukku menjadi pribadi seperti saat ini. Kuyakin lewat fase ini pun, aku akan menemukan sebuah hikmah tersendiri. Suatu hari saat tua nanti, hari ini pun akan menjadi kenangan yang akan menimbulkan perasaan campur aduk dalam hatiku.
Aku teringat akan perkataan guru agamaku dulu: Telinga Tuhan mungkin tak cukup tajam untuk mendengar, namun tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menolong. Pertolongan Tuhan selalu datang tepat pada waktunya.
In God I trust, itu keyakinanku sejak kecil. Aku tak pernah hilang keyakinan bahwa dalam setiap perkara Tuhan selalu bekerja untuk mendatangkan kebaikan. Bagi kawan-kawan sekerjaku, terima kasih telah menjadi teman yang menyenangkan. Teman berdiskusi hingga tak jarang seperti bocah yang suka bertengkar memperebutkan mainan. Aku akan merindukan saat-saat berdiskusi itu. Saat-saat saling mempertahankaan argumen tapi tak jarang kita menemukan titik temu dalam perdebatan kita.
Malam sudah menjelang, namun seperti yang selama ini kuyakini, gelap malam tak selamanya bertahta, esok, terang pagi akan kembali datang membawa cahaya baru. Ini hanyalah satu fase yang mewarnai jalan hidupku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar