Setiap kali pikiran kosong tidak tahu apa yang ingin ditulis, dalam benakku selalu muncul kalimat lorong gelap tak berujung. Entah mengapa sel-sel kelabuku suka sekali dengan ungkapan ini. Mungkin karena aku selalu menganggap perjalanan hidup seperti melangkah dalam lorong gelap tak berujung mencari setitik cahaya yang terkadang berpijar terang namun tak jarang terlihat redup.
Bukankah hidup itu memang penuh ketidakpastian? Bagai lorong gelap tak berujung. Meski kita menyadari ujung dari kehidupan adalah kematian namun tetap tak ada yang mampu mengungkap misterinya. Bagaimana kematian itu datang menjemput? Bilamana ia menyapa? Mungkin ada tapi tak semua orang mendapat keistimewaan untuk memilih tempat ideal saat bertemu dengan malaikat maut itu.
Bagaimanapun kematian adalah soal lain. Walau kematian beririsan dengan kehidupan, namun kematian adalah sang gelap, pesimistis dan menguarkan aroma negatif. Sedangkan kehidupan adalah sang terang, penyebar semangat optimistis penuh aura positif. Meski begitu keduanya tetaplah memiliki misteri yang tak mampu terselami.
Hidup menawarkan harapan sementara kematian akhir dari harapan. Meski tak sedikit yang mengatakan bahwa kematian adalah awal dari sebuah perjalanan baru. Perjalanan menuju keabadian.
Lorong gelap tak berujung bagiku memang tak selalu berkonotasi dengan soal kehidupan atau kematian. Lorong gelap tak berujung dalam benakku seringkali artinya ketakmampuanku menemukan sinar di antara belantara hutan negeri kata. Bukan soal tersesat, karena aku lebih suka tersesat di negeri kata. Karena di negeri ini aku bebas melarikan pikiran abstrakku. Hanya di negeri kata, mimpi paling aneh pun bisa menjadi kisah indah.
Masalahnya sebelum mencapai negeri kata, aku kerap tersesat dalam lorong gelap tak berujung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar