Akhir-akhir ini ketika intoleransi merebak dan konflik-konflik sosial (khususnya dalam jagad media sosial) yang mengarah ke perpecahan bangsa, ideologi bangsa ini mulai kembali digemakan. Untuk pertama kali pula, tanggal 1 Juni yang diyakini sebagai hari Lahirnya Pancasila dijadikan sebagai hari libur.
Tujuan pemerintah pastinya ingin agar Pancasila sebagai ideologi bangsa ini kembali dipahami seasli-aslinya sebagai jati diri bangsa. Menjaga kembali ke-Bhinneka-an bangsa pluralis yang selama puluhan tahun teruji dapat hidup berdampingan secara damai tapi kini justru menghadapi tantangan yang tak mudah.
Arus globalisasi yang memungkinkan informasi mudah didapat secara cepat justru kini seperti terjadi ledakan informasi. Berbagai berita-berita hoax tersebar secara cepat dan dilahap begitu saja, kalimat-kalimat bombastis berbau provokatif begitu saja merangsang otak bukan untuk mencerna secara mendalam sumber informasi tersebut tapi justru memacu emosi yang tersulut. Malahan di era teknologi saat ini, justru jauh lebih banyak (sepertinya) yang mempercayai berita-berita dari sumber tak terpercaya dibanding berita-berita dari arus utama yang gaya bahasanya jauh lebih menenangkan dan memicu otak untuk mencerna lebih mendalam.
Media sosial yang di awal kemunculannya menggembirakan kini terasa seperti monster yang bersiap menghancurkan sebuah bangsa. Lewat media sosial, saling serang, kritik dan hinaan terlempar. Masing-masing kelompok merasa sebagai yang paling waras. Membuat yang memilih berpijak di tengah-tengah terhimpit.
Belum lagi situasi secara global tengah memanas oleh gerakan-gerakan radikalisme membuat kondisi di dalam negeri pun makin kisruh. Ancaman dan teror bagi orang yang berseberangan mencipta perasaan takut dan tak nyaman. Bahkan setelah Pilkada DKI di mana konten-konten agamis-nasionalisme ini dibenturkan hingga menciptakan teror dan ketidaknyamanan, berakhir-pun tak membuat kondisi lebih baik. Justru perudungan lewat media sosial kini makin meluas ke dalam kehidupan nyata. Persekusi dan intimidasi yang berawal dari komentar-komentar di media sosial mulai marak.
Gema Pancasila yang dianggap sebagai perekat bangsa kembali digaungkan. Tindakan yang memang tepat. Bangsa ini memang perlu diingaatkan kembali tujuan utama untuk berbangsa. Hampir tujuh puluh dua tahun negara ini berdiri dengan tujuan berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa lain, tapi energi bangsa ini malah terkuras justru oleh masalah-masalah fundamental seperti dasar negara yang sebenarnya sudah final sejak awal berdirinya republik ini. Jika begini, aku merasa bangsa ini seperti bangsa bebal. Bangsa besar yang gagap sejarah.
Beberapa waktu lalu sempat viral video di Amerika Serikat di mana dalam video tersebut terekam seorang tentara tengah berbelanja di sebuah toko yang kasirnya seorang muslim. Tentara ini dihasut oleh seseorang untuk memboikot kasir muslim itu. Tapi tentara ini menolak dan ketika terus dihasut, tentara ini menegaskan ke orang itu bahwa kasir itu adalah warga negara Amerika Serikat. Ia memiliki hak yang sama sebagai warga negara dan bebas bekerja di manapun di wilayah Amerika Serikat tanpa memandang agamanya. Tentara itu bahkan menegaskan Amerika berdiri dari beragam etnis, agama dan budaya namun itulah yang justru menjadikan Amerika Serikat menjadi negara yang kuat. Melihat video ini dalam hati ingin meringis. Tentara Amerika Serikat ini memahami nilai Pancasila sementara kita, negara yang dinaungi Pancasila justru tengah terkoyak-koyak, enggan menerima keberagaman sebagai identitas bangsa kita yang kaya ini.
Semoga bangsa ini belum terlambat untuk memahami bahwa dalam perbedaan inilah kita bisa menjadi bangsa yang digdaya. Selamat Hari Lahir Pancasila.
Hehe... seharusnya memang ini kuposting kemarin :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar