Total Tayangan Halaman

Translate

Minggu, 10 Januari 2010

Untuk Hari Esok ....



pic taken from here

Euforia tahun baru memang sudah berlalu meski mungkin semangat tahun baru masih sedikit tersisa dengan antusias untuk mewujudkan resolusi di tahun baru meski mungkin resolusi itu merupakan beberapa hal yang tak tercapai di tahun sebelumnya dan berharap akan terwujud di tahun ini. Tapi tahun yang telah berlalu tak semestinya pula terlupakan begitu cepat. Apa yang terjadi di tahun lalu memang telah menjadi sejarah yang akan menjadi pijakan bagi kita memasuki tahun baru ini. Sejumlah catatan di tahun sebelumnya mestinya juga tak hanya menjadi catatan usang yang terabaikan begitu saja.

Mungkin agak sedikit basi tapi aku ingin menyampaikan sedikit kesanku pada fenomena facebookers yang telah menjadi sebuah kekuatan baru khususnya bagi negeri ini yang mengemukaka pada bulan-bulan terakhir di tahun 2009. Berawal dari gerakan dukungan untuk Bibit-Chandra, dua petinggi KPK yang terjerat dalam masalah hukum yang sarat dengan dugaan rekayasa antar lembaga negara. Betapa kekuatan yang digalang para rakyat biasa lewat dunia maya itu kemudian menjadi sebuat kekuatan politik yang sangat besar hingga membuat Presiden turun tangan yang pada akhirnya membebaskan dua petinggi KPK tersebut dari segala macam tuntutan terhadap mereka yang dianggap publik sebagai upaya untuk memperlemah lembaga di mana kedua petinggi itu bernaung.

Aksi facebookers kembali memperlihatkan kekuatan mereka kembali ketika seorang hak seorang ibu dua anak teraniaya, tatkala ia yang hanya mengemukakan ketidakpuasannya atas pelayanan sebuah rumah sakit terhadapnya lewat email malah membawanya ke meja hijau. Prita Mulyasari, ibu muda itu sebenarnya bukanlah siapa-siapa. Ia hanya seorang ibu dua orang anak, warga negara biasa, namun perjuangannya dalam memperjuangkan haknya yang teraniaya itu membuat rakyat seolah menemukan seorang pahlawan yang berani menyuarakan ketidakadilan meski mungkin usahanya itu seperti usaha menjaring angin di tengah negara yang hukumnya carut marut ini. Namun perjuangannya itu ternyata telah menggugah banyak orang yang bersimpati padanya terlebih setelah pengadilan menjatuhkan vonis bersalah padanya dan ia diharuskan membayar denda sebesar 205 juta rupiah.

Dukungan yang semula digalang lewat facebook itu berupa pengumpulan koin cinta untuk Prita pun segera mengalir dari berbagai pihak. Tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin, pekerja-pengangguran, semua memperlihatkan dukungan mereka dengan memberikan keping-keping uang logam yang mereka miliki. Uang logam yang kerap dianggap receh dan tak bernilai karena merupakan nilai terkecil dari mata uang kita, ternyata menjadi sebuah kekuatan besar, kekuatan untuk menunjukkan kemuakan masyarakat pada ketidakadilan, kekuatan yang suka tak suka akan menjadi sejarah dalam perjalanan hukum negeri ini. Kekuatan yang ditunjukkan rakyat untuk mengungkapkan bahwa rakyat bukan sekadar anak tangga yang merupakan pijakan bagi para penguasa untuk meraih tahtanya. Jumlah yang terkumpul dari koin-koin tersebut bukan main, 600 juta rupiah lebih terkumpul dari koin-koin tersebut. Seperti koin atau receh yang terlihat tak bernilai itu, semestinya para penguasa mulai memperhatikan bahwa rakyat meski terkesan tak berarti namun sebenarnya memiliki kekuatan besar yang bila tak arif disikapi dapat menjadi badai dahsyat.

Memang dalam perang sang panglima lah yang biasanya menjadi pahlawan, namun sang panglima itu takkan menjadi seorang pahlawan bila ia tak berhasil memenangkan hati para prajuritnya. Sebelum memenangkan pertempuran melawan musuhnya, seorang panglima terlebih dahulu harus bisa memenangkan hati para prajuritnya, karena bila hati para prajuritnya telah berhasil dimilikinya, maka pertempuran sedahsyat apapun pastinya takkan menggentarkannya karena ia memiliki kepercayaan penuh dari para prajuritnya yang akan mendukungnya dengan segenap jiwa raga mereka. Meski kemudian sejarah takkan mengingat nama mereka dan hanya nama si panglima saja yang mashyur namun sejatinya mereka pun telah menjadi bagian dari sejarah.

Begitu pula dengan yang terjadi pada kekuatan baru dari dunia maya ini. Rakyat bukan hanya sekadar saksi sejarah tapi rakyat sebenarnya merupakan bagian dari sejarah itu sendiri. Vox populis vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Hendaknya pula mereka yang dipercaya oleh rakyatnya tak menyia-nyiakan kepercayaan itu. Rakyat semestinya merupakan mitra bagi para penguasa untuk membangun sebuah negara yang kuat dan besar. Tak semestinya rakyat hanya dijadikan sebagai obyek dan jargon untuk mencapai kekuasaan. Kiranya catatan-catatan buruk di akhir tahun 2009 itu bisa menjadi pijakan bagi bangsa ini untuk melangkah menuju masa datang yang akan membawa bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang besar dan memiliki karakter yang kuat seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini.

Semoga pula segala macam fenomena facebookers dan apapun bentuk nama dari penggalangan kekuatan rakyat itu dibaca pihak berwenang sebagai wujud cinta rakyat terhadap negeri ini yang mendambakan perbaikan yang berujung pada keadilan yang adil dan merata sehingga nantinya bangsa ini dapat berkata dengan bangganya sebagai salah satu bagian dari negara yang bukan hanya kaya alamnya yang mampu mensejahterakan seluruh rakyatnya dengan para pemimpin yang memiliki kekayaan hati untuk sepenuhnya berkarya bagi bangsa dan rakyatnya. Itulah sebuah negeri impian yang didambakan para pendiri bangsa tapi hingga enam puluh tahun bangsa ini merdeka dan raga para pahlawan yang mempertaruhkan segenap jiwa raganya demi mewujudkan negeri impian itu kini telah menjadi abu, impian itu tetap belum terwujud malahan masih banyak rakyat yang menderita dalam kemiskinan dan ketidakadilan. Semoga saja pada akhirnya negeri impian itu bisa terwujud senyata-nyatanya. Sebuah negeri yang keindahan alamnya telah lama menjadi buah bibir dunia namun rakyatnya selalu memimpikan kehidupan yang jauh lebih baik dari gubug-gubug reyotnya.





Tidak ada komentar: